Sabtu, 3 Juni 2023 07:55 WIB - Dilihat: 11
Elbagus, Jakarta
Susu sapi merupakan salah satu alternatif sumber gizi yang dapat membantu mengoptimalkan tumbuh kembang anak. Namun, tidak semua anak dapat mentoleransi protein yang terkandung pada susu sapi.
Akibat dari tidak bisa toleransi tersebut, memicu reaksi berlebih dari sistem kekebalan tubuh. Kejadian ini sebagian besar terjadi pada kelompok anak dan biasa disebut dengan istilah Alergi Susu Sapi (ASS).
Berdasarkan data dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), angka kejadian alergi susu sapi sekitar 2-7,5 persen dengan kasus tertinggi terjadi pada usia awal kehidupan. Beberapa hasil studi terkini menyatakan bahwa ketidakcukupan asupan nutrisi pada anak ASS dapat berpotensi menyebabkan stunting.
Studi menyatakan bahwa stunting ditemukan pada 9 persen anak dengan alergi makanan. Risiko semakin meningkat hingga mencapai 24 persen pada kelompok anak yang didiagnosis alergi protein susu sapi.
Moms tentunya tak ingin Si Kecil mengalami stunting. Lantas, harus mengonsumsi susu jenis apa untuk anak? Tenang, moms! Susu soya bisa menjadi solusi, menurut Dokter Spesialis Anak Konsultan Alergi Imunologi, Dr. dr. Zahrah Hikmah, SpA(K).
“Bisa susu soya, bukan sembarangan ya. Harus sesuai penelitian dan konsultasi dokter anak terdekat. Untuk perkembangan anak, bisa asupan gizi makanan ya,” kata dr. Zahrah.
Anak dengan alergi susu sapi menjadi perhatian besar. Karena di dalam susu sapi terdapat kandungan yang dapat membantu tumbuh kembang anak. Jika tak bisa mengonsumsi, dikhawatirkan akan meningkatkan risiko stunting.
“Anak dengan alergi susu sapi, perlu diperhatikan asupan nutrisinya agar tidak mengalami kekurangan nutrisi yang dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan,” lanjut dr. Zahrah.
Meskipun susu soya bisa menjadi jalan pintas, tidak sembarang untuk memberikan anak susu soya atau jenis lainnya. Jika moms menemukan Si Kecil mengalami alergi pada susu sapi, sebaiknya berkonsultasi kepada dokter terlebih dahulu.
“Pastikan orang tua terhadap si anak untuk rekap makanan minuman selama 6 bulan, coba lagi deteksinya dampak asupan anak,” pungkas dr. Zahrah. (mdc)